Skip to main content

Mengejar Matahari, Hujan Petir dan Rasa Takut





17 November 2012, mengejar matahari terbit… 

Take off dari terminal 3 bandara Soekarno-Hatta, menuju ketinggian 35 ribu kaki DPL, perjalanan ke Denpasar Bali dimulai. Meninggalkan kerlip kota Jakarta yang masih lelap dalam tidurnya. Dingin kabut menemani temaram lampu bandara yang terlihat makin kecil. Ini adalah penerbangan paling pagi dalam hidupku, 4.30 WIB, yang mengharuskan keluar dari kosan jam tiga dinihari. 

Dari jendela pesawat, aku mengamati perubahan warna langit yang sedikit demi sedikit mengeluarkan semburat jingga kekuningan. Dimanakah batas horison itu, aku seperti tak menemukannya. Yang aku tahu bahwa langit mulai terang seiring arah pesawat menuju ke timur. Aku menikmati matahari terbit hari ini dengan cara yang berbeda, tidak lagi berpijak pada bumi. Berada di hamparan gumpalan-gumpalan awan putih. Dekat dengan langit. Begitulah cara Allah menyayangiku. Memperlihatkan lukisan terindahnya tanpa cela, memanjakanku dengan hangat sinar matahari yang menembus jendela. 



Dua hari berikutnya

Perjalanan pulang ke Jakarta tidak semulus saat berangkat. Pertama karena adanya delay, yang akhirnya baru bisa terbang pukul 00:50 WITA. Kedua karena cuaca yang tidak begitu bagus. Musim penghujan memang. Baru take off beberapa saat, lampu tanda sabuk pengaman belum boleh dilepas masih menyala. Hujan deras dengan kilatan petir terlihat dari jendela pesawat. Hening, gelap. Beberapa kali terjadi guncangan pesawat. Kemanakah suara riuh saat penumpang berebut masuk ke dalam pesawat. Apakah mereka mengalami hal yang sama denganku? Cemas, takut, hanya menunduk dan melafalkan doa kepada Allah. Terasa lama waktu berlalu, bahkan untuk menunggu lampu dalam pesawat menyala. Beruntungnya orang-orang yang bisa langsung terlelap karena kecapean menunggu di bandara tadi, termasuk Kak Sil yang berada disebelahku. 

Jam 01:30 WIB, pesawat sudah mendarat di bandara Husein Sastranegara. Harapan untuk melihat kerlip kota Bandung dari atas pupus sudah. Kabut benar-benar menyelimuti selama proses pendaratan. Hujan juga baru saja selesai mengguyur kota Bandung. Sampai bandara disambut udara malam yang sangat dingin. 


 ***

Pancoran, 17 July 2013, 5:38 WIB 

Rasa takut itu ternyata juga ada di lembar halaman 66-67. 

“Waktu itu pesawat terguncang sangat hebat. Bapak sedikit lega, Pak Habibie yang pakar pesawat tidak menunjukkan raut muka yang cemas”. 

“Ini adalah goncangan normal”, kata Pak Habibie. 

“Namun tak lama wajah Pak Habibie berubah pucat. Turbulensi makin kencang dan sudah tidak normal dari biasanya. Pak Habibie rupanya menunduk terus. Bapak tahu dalam hatinya ia tengah berdzikir seperti Bapak. Namun pada akhirnya semua baik-baik saja dan terlewati”, ucap bapak pada Hanum. 

 ***

Dan petuah dari bapak, bahwa perasaan takut setiap naik pesawat merupakan metode yang bagus untuk mengukur iman seseorang. Kamu akan merasa takut mati. Bisa jadi karena merasa belum siap dengan semua tabungan amal yang belum pantas untuk masuk ke surga. Perasaan itulah yang harusnya ada di hati setiap orang yang mengaku ber-Tuhan. 

Menapak Jejak Amien Rais, Hanum Salsabiela. 


Selepas sahur, hari ke 8 Ramadhan





Comments

Popular posts from this blog

Bertandang ke Kota Sri Sultan

05 April 2012, 18:00 WIB   Saatnya eksekusi planning liburan yang aku buat secara spontan seminggu yang lalu dengan Wenny dan Ucup. Setelah urusan Report Exclusion kelar, keluar dari Gedung Panin di Pandanaran menuju ke kosan buat packing dan ngurus masalah transportasi. Kita bertiga memutuskan untuk langsung perjalanan malam menuju Jogja selepas ngantor. Ceritanya biar bisa istirahat dulu dan perjalanan gak tergesa-gesa. Semua barang sudah dimasukkan, perut juga sudah kenyang, tak ketinggalan bantal kesayangan, mari kita tinggalkan Semarang menuju ke kota Sri Sultan. Sekilas kulihat jam di tangan menunjukkan pukul 21:00.  Perjalanan cukup lancar. Sesekali melewati truk-truk besar dengan kepulan asap hitamnya laksana cumi-cumi jalanan menghiasi seputaran kota Ungaran menuju Bawen. Wenny sudah mulai pelor nampaknya di belakang. Aku sendiri menemani Ucup menikmati perjalanan berkelok menembus gelap jalur sepanjang Magelang. Ini adalah kali pertamanya dia menuju ke Jogja mel

Ada Apa Hari Ini...

Hmm..sumpek banget hari ini. Diawali dengan gue yang ngga bisa narik data dari server karena tempat gue biasa kerja telah penuh dengan orang yang dari semalem ngumpul karena ada activity change BCCH di area Perwokerto. Akhirnya gue memutuskan untuk balik ke kosan daripada cuma bengong ga jelas nungguin tempatnya kosong. Di kosan akhirnya gue ngumpulin CR setelah selama hampir 3 bulan hanya berkutat dengan baseline, raw data, tool dan report. Kangen juga hujan CR. Jam 14.30 akhirnya Dika sms, tempat telah kosong dan ternyata banyak request CR yang harus di run. Hari ini cuma bisa bikin daily report dan bawaannya pengen cepat2 pulang setelah selesai sholat Maghrib. Bosen, penat akhirnya gue memutuskan naik angkot menuju Simpang 5. Duduk di pojok salah satu “snack and tea bar”. Letaknya di jembatan antara Citraland Mall dan Matahari, so gue bisa melihat seputaran simpang 5. Hari ini gue pesen teamilk, mendoan dan teh serai. Critanya lagi males makan. Tea milk mengingathkan gue den

When I See You Smile

Sometimes I wonder  How I'd ever make it through,  Through this world without having you  I just wouldn't have a clue  ** Petikan gitar dan bait-bait awal lagu, mencuri perhatianku dari pemandangan jalan yang kulihat di jendela, ke arah suara berasal. Aku ada dibangku dekat dengan pintu belakang, di dalam metromini 640.  Terlihat jelas bagaimana ekspresi mukanya. Jauh beda dengan pengamen jalanan biasanya. Tampilannya bersih dan rapi. Mengenakan kemeja kotak-kotak hitam dan hijau, menutupi kaos oblong putih di dalamnya. Kulitnya putih bersih, dengan dandanan rambut dipotong cepak. Cakep untuk ukuran pengamen jalanan :D Sekilas mengingatkanku mirip dengan artis boyband Jordan Knight nya NKOTB jaman dahulu, yang suka kulihat di majalahnya Mbakku. Lagian ga mungkin juga kan nyasar di 640. Jamannya Smash  :P  Suaranya bagus, sedikit agak berat. Khas banget suara cowok. Pas dengan karakter lagu Bad English yang dibawain. Ngga kalah denga