Skip to main content

Pelangi Natasya





Warung mas Boy, Pleburan Semarang 

Tempat menikmati PeLaNgi NaTaSya (temPe Lalapan kemaNgi, Nasi Tahu Syambal). Begitu mas Boy menamai menu makanannya. Ditemani dengan kepulan nasi hangat, benar-benar menghangatkan suasana tenda warung makan pinggir jalan, layaknya keluarga. Menghilangkan rasa penat, sekaligus lapar setelah seharian sibuk dengan tumpukan pekerjaan. 

Tempat yang menjadi saksi saat Tio sedang tidak fit karena kecapean. Mas Aji ditengah kegalauan dan cemas mempersiapan pernikahannya. Wenny yang masih susah membendung rasa kangen dengan keluarga, Ucup harus berjauhan dengan pacar, karena ini adalah pertama kalinya mereka hidup di luar kota. Cukup jauh dari Depok. Aku sendiri, larut dengan suasana dan ingin merangkainya dalam cerita. 

Saat pesanan makanan tiba, datanglah lelaki yang sudah tua. Wajah sayu dengan rambut yang sudah memutih. Kerutan di kulitnya menunjukkan banyaknya waktu yang sudah dilaluinya dalam hidup ini. Kurang lebih 60 tahun umurnya. Membawa kantong plastik hitam berisi rambutan, menawarkannya pada kami. Semuanya ada empat ikat, dengan harga per ikatnya lima ribu rupiah. 

Agak heran juga, melihat Mbah menjajakan rambutannya di tempat ini. Warungnya tidak berada di jalan yang ramai dilalui orang. Bukan juga rute yang dilalui kendaraan umum. Anak-anak kampus dengan sepeda motor yang biasanya memenuhi warung. Jam menunjukkan angka delapan. Hujan baru saja selesai mengguyur daerah ini. Dinginnya malam tidak mengurungkan Mbah, bahkan dengan langkahnya yang agak susah payah.

 Akhirnya kami patungan untuk membeli semua rambutan. 

Trenyuh melihatnya. Maaf Mbah, kami hanya bisa membeli rambutan yang hari ini mbah jajakan. Berharap agar Mbah cepat pulang dan istirahat. Kami tidak tega melihat bagaimana susah payahnya. Sekiranya memang uang hasil jualan itu untuk makan, semoga mbah juga bisa merasakan nikmatnya Pelangi Natasya.

Kami masih berproses dan belajar dalam pekerjaan ini, Mbah. Bila waktu itu telah tiba, dan Allah melapangkan rezeki, semoga kami mengingat hari ini. Mengingat orang-orang yang bernasib seperti Mbah. Lebih mensyukurinya dengan berbagi kebahagiaan. 

Terimakasih, Mbah sudah memberi pelajaran kami hari ini. Malu rasanya ketika kami yang masih muda suka mengeluh dengan pekerjaan yang menumpuk. Mengeluh dengan semua rasa capek. Sementara Mbah masih bekerja di usia senja, saat harusnya sudah beristirahat. Setiap pekerjaan memang ada resikonya masing-masing bukan? Bahkan sebetulnya kami pun mengetahuinya, tapi tetap saja membahasnya. Kalau terus-terusanan mengeluh, kapan bersyukurnya??? 


 TselHW/NPI-CJ/2011



Comments

  1. Weeeh mas boy, inget makan telkomsel (Telor komplit selalu)dan setiap pesen tempe tahu selalu ga ada,..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bertandang ke Kota Sri Sultan

05 April 2012, 18:00 WIB   Saatnya eksekusi planning liburan yang aku buat secara spontan seminggu yang lalu dengan Wenny dan Ucup. Setelah urusan Report Exclusion kelar, keluar dari Gedung Panin di Pandanaran menuju ke kosan buat packing dan ngurus masalah transportasi. Kita bertiga memutuskan untuk langsung perjalanan malam menuju Jogja selepas ngantor. Ceritanya biar bisa istirahat dulu dan perjalanan gak tergesa-gesa. Semua barang sudah dimasukkan, perut juga sudah kenyang, tak ketinggalan bantal kesayangan, mari kita tinggalkan Semarang menuju ke kota Sri Sultan. Sekilas kulihat jam di tangan menunjukkan pukul 21:00.  Perjalanan cukup lancar. Sesekali melewati truk-truk besar dengan kepulan asap hitamnya laksana cumi-cumi jalanan menghiasi seputaran kota Ungaran menuju Bawen. Wenny sudah mulai pelor nampaknya di belakang. Aku sendiri menemani Ucup menikmati perjalanan berkelok menembus gelap jalur sepanjang Magelang. Ini adalah kali pertamanya dia menuju ke Jogja mel

Ada Apa Hari Ini...

Hmm..sumpek banget hari ini. Diawali dengan gue yang ngga bisa narik data dari server karena tempat gue biasa kerja telah penuh dengan orang yang dari semalem ngumpul karena ada activity change BCCH di area Perwokerto. Akhirnya gue memutuskan untuk balik ke kosan daripada cuma bengong ga jelas nungguin tempatnya kosong. Di kosan akhirnya gue ngumpulin CR setelah selama hampir 3 bulan hanya berkutat dengan baseline, raw data, tool dan report. Kangen juga hujan CR. Jam 14.30 akhirnya Dika sms, tempat telah kosong dan ternyata banyak request CR yang harus di run. Hari ini cuma bisa bikin daily report dan bawaannya pengen cepat2 pulang setelah selesai sholat Maghrib. Bosen, penat akhirnya gue memutuskan naik angkot menuju Simpang 5. Duduk di pojok salah satu “snack and tea bar”. Letaknya di jembatan antara Citraland Mall dan Matahari, so gue bisa melihat seputaran simpang 5. Hari ini gue pesen teamilk, mendoan dan teh serai. Critanya lagi males makan. Tea milk mengingathkan gue den

When I See You Smile

Sometimes I wonder  How I'd ever make it through,  Through this world without having you  I just wouldn't have a clue  ** Petikan gitar dan bait-bait awal lagu, mencuri perhatianku dari pemandangan jalan yang kulihat di jendela, ke arah suara berasal. Aku ada dibangku dekat dengan pintu belakang, di dalam metromini 640.  Terlihat jelas bagaimana ekspresi mukanya. Jauh beda dengan pengamen jalanan biasanya. Tampilannya bersih dan rapi. Mengenakan kemeja kotak-kotak hitam dan hijau, menutupi kaos oblong putih di dalamnya. Kulitnya putih bersih, dengan dandanan rambut dipotong cepak. Cakep untuk ukuran pengamen jalanan :D Sekilas mengingatkanku mirip dengan artis boyband Jordan Knight nya NKOTB jaman dahulu, yang suka kulihat di majalahnya Mbakku. Lagian ga mungkin juga kan nyasar di 640. Jamannya Smash  :P  Suaranya bagus, sedikit agak berat. Khas banget suara cowok. Pas dengan karakter lagu Bad English yang dibawain. Ngga kalah denga